23 Mei 2013

Kabupaten Pontianak




GEOGRAFI DI PONTIANAK
Kabupaten Pontianak setelah pemekaran dengan Kabupaten Kubu Raya, batas wilyah administratif berbatasan dengan:
·        Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang
·        Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak
·        Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.
·        Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Landak.
Kabupaten Pontianak menempati luas wilayah ketiga terkecil setelah Kota Pontianak dan Kota Singkawang, dari seluruh luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2. Dengan demikian Kabupaten Pontianak hanya menempati 0,87% dari luas wilyah Propinsi Kalimantan Barat.
Dengan luas wilayah 2.797,88 Km2, terdiri dari 9 Kecamatan 60 Desa serta 7 Kelurahan. Dengan luas wilayah Kecamatan Masing-masing sebagai berikut :

SUMBER : http://pontianakkab.go.id/v2/profil/daerah/profil-geografi  pada tanggal 10 Juni 2013


Luas Wilayah Kecamatan dan Desa/Kelurahan Kabupaten Pontianak
Luas wilayah Kecamatan Kabupaten Pontianak cukup potensial untuk pertanian dan perkebunan. Potensi ekonomi ini berupa 109.490 Ha merupakan jenis lahan yang bisa diusahakan. Luas wilayah Kabupaten Pontianak ini terdiri dari hutan rakyat, perkebunan, hutan negara, belum diusahakan dan lainnya.

Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah(Ha) Di Kabupaten Pontianak
Topografi Kabupaten Pontianak bervariasi mulai dari datar, landai (0 – 50 m), Bergelombang (0 -50 m), Berbukit (720 m ke atas) sampai Bergunung.
Secara garis besar jenis tanahnya terdiri dari :
  1. Tanah Alluvial : Kecamatan Sungai Kunyit, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kecamatan Mempawah Hilir dan Kecamatan Siantan
  2. Tanah Organosal : Kecamatan Sungai Kunyit, Kecamatan Mempawah Hilir, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kecamatan Siantan dan Kecamatan Toho
  3. Tanah Low Humid Clay : Kecamatan Sungai Kunyit dan Kecamatan Toho
Sementara Rata-rata curah hujan berkisar antara 38,40 sampai dengan 576 milimeter. Kabupaten Pontianak umunya beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 26,30°C sampai 27,20°C.


POTENSI PERIKANAN DAN KELAUTAN DI PONTIANAK
Sektor Perikanan dan Kelautan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi daerah akan menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan. Hal ini kiranya tidaklah berlebihan, karena pengelolaan sumberdaya ikan di Kabupaten Pontianak sementara ini dilakukan oleh masyarakat secara orang perorangan atau usaha perikanan rakyat (tidak merupakan perusahaan besar / industri).
Dalam pertumbuhan kedepan sangat diharapkan pengelolaan. Sumberdaya ikan berkembang menjadi usaha berskala besar (industri) yang bermitra dengan usaha Perikanan Rakyat yang mampu menguasai dan menggunakan Iptek dalam usahanya.
Untuk itu diperlukan inovasi dan strategi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya Perikanan dan Kelautan yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat.
I. POTENSI PERIKANAN TANGKAP
Wilayah Pesisir Kabupaten Pontianak berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Potensi perikanan tangkap meliputi pemanfaatan sumberdaya laut dan perairan umum. Sebagian besar nelayan / masyarakat yang bergerak dibidang penangkapan ikan dilaut, merupakan nelayan tradisional. Hal ini dilihat dari sarana penangkapan yang dimiliki, dimana kemampuan penangkapan ikan dilaut hanya berkisar diantara wilayah sekitar pantai.
Sedangkan untuk pengelolaan sumberdaya ikan di Sungai memang hasil tangkapannya mesih sangat rendah, akan tetapi sungai ini sangat rentan dengan pencemaran maupun perubahan lingkungan alamnya.
Tabel : Jumlah Kelompok Perikanan Tangkap
No
Kecamatan
Perikanan Tangkap
Jumlah kelompok
Jumlah Anggota




1
Siantan
7
90
2
Segedong
4
135
3
Sungai Pinyuh
15
145
4
Anjongan


5
Mempawah Hilir
28
242
6
Mempawah Timur
13
136
7
Sungai Kunyit
14
221
8
Toho


9
Sadaniang


JUMLAH
81
969


Data Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap.
No
Kecamatan
RTPNelayan
Tanpa Perahu
Perahu Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Alat Penangkapan
TPI/PPI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Siantan
207

38
85
84
384
3
2
Segedong
135

48
75
12
222
1
3
Sungai Pinyuh
164
10
18
131
5
318
2
4
Anjongan







5
Mempawah Hilir
345
81
41
128
78
546
2
6
Mempawah Timur
259
25
47
146
41
461
2
7
Sungai Kunyit
466
115
105
278
11
978
3
8
Toho







9
Sadaniang







JUMLAH
1.576
231
297
843
231
2.909
13

Data Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Jenis Ikan Tahun 2009.
No
Kecamatan
Produksi
(Ton)
Nilai Produksi
(Rp)
1
2
3
4
1
Manyung
230,8
2.769.600.000
2
Malong/Remang
116,5
932.000.000
3
Ikan sebelah
43,2
129.600.000
4
Barakuda / Alu-alu
10,0
80.000.000
5
Selar
11,9
41.650.000
6
Geronggong
159,0
1.272.000.000
7
Bawal hitam
66,1
1.652.500.000
9
Talang-talang
4,8
38.400.000
10
Parang – Parang
36,8
276.000.000
11
Selanget
23,6
118.000.000
12
Puput
21,0
115.500.000
13
Tembang/Tamban
208,0
624.000.000
14
Teri
83,9
2.097.500.000
15
Tambak/Gerot-Gerot
155,2
1.862.400.000
16
Ikan Nomai / Lomei
20,3
162.400.000
17
Kapas-kapas
139,0
1.112.000.000
18
Peperek / Kepetek
29,7
103.950.000
19
Tumpu
44,1
882.000.000
20
Kakap merah/Bambangan
241,7
6.042.500.000
21
Jenaha/Tambangan
23,8
119.000.000
22
Biji nangka
107,9
377.650.000
23
Kurisi
86,5
2.162.500.000
24
Kuro/Senangin
21,0
420.000.000
25
Gulamah/Tigawaja
951,3
7.610.400.000
26
Tongkol krai
129,9
1.169.100.000
27
Tongkol komo
29,6
1.155.200.000
28
Kembung
129,0
1.548.000.000
29
Tenggiri
19,2
384.000.000
30
Tenggiri papan
7,9
118.500.000
31
Kerapu karang
49,1
736.500.000
32
Layur
181,5
2.178.000.000
33
Cucut/Hiu
16,3
97.800.000
34
Pari
37,9
303.200.000
35
Ikan lainnya
1.201,0
6.005.000.000
36
Udang dogol
129,1
2.582.000.000
37
Udang putih/Jerbung
945,9
15.134.400.000
38
Udang krosok
408,4
2.858.800.000
39
Udang Windu
15,7
706.500.000
40
Udang lainnya
430,5
4.735.500.000
41
Kepiting
10,9
77.000.000
42
Rajungan
16,0
160.000.000
43
Kerang Hijau
87,5
272.100.000
44
Cumi-cumi
39,2
470.400.000
45
Sotong
3,3
26.400.000
JUMLAH
6.724,0
71.719.950.000,0


Data Produksi dan Nilai Produksi Ikan Perairan Umum (Sungai) Menurut Jenis Ikan Tahun 2009.
No
Kecamatan
Produksi
(Ton)
Nilai Produksi
(Rp)
1
2
3
4
1
Baung
23,6
202.000.000
2
Keting/Lundu
4,5
14.550.000
3
Gabus
0,5
2.500.000
4
Toman
8,4
54.600.000
5
Kencara/Kelabau
3,7
41.000.000
6
Nilem/Kebali
4,0
16.200.000
7
Paray/Seluang
2,1
9.900.000
9
Betutu
0,5
20.000.000
10
Belida
1,6
13.500.000
11
Lais
19,7
149.400.000
12
Ikan Lainnya
46,6
300.850.000
13
Udang Galah
28,2
1.101.000.000
JUMLAH
157,9
2.058.200.000,0



SARANA DAN PRASARANA
Alat Tangkap Bubu (Pots)
Menurut (Anonim ,2001)Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Indonesia untuk menangkap ikan-ikan karang. Beberapa keuntungan menggunakan bubu seperti: bahan mudah diperoleh dan harga relatif murah, desain dan konstruksinya sederhana, pengoperasiannya mudah, tidak memerlukan kapal khusus, ikan hasil tangkapan masih memiliki tingkat kesegaran yang baik dan alat tangkap dapat dioperasikan di perairan karang yang tidak terjangkau oleh alat tangkap lainnya. bubu digolongkan ke dalam kelompok alat perangkap (traps). menyatakan bahwa bubu dapat digunakan untuk menangkap ikan hias maupun ikan yang hidup di karang lainnya. Kelemahan bubu konvensional adalah pemasangan biasanya menggunakan karang sebagai jangkar penahan sehingga merusak karang. Ikan baru dapat dipanen setelah bubu diletakkan selama satu malam atau lebih. Untuk mengetahui berapa ikan yang telah terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau nelayan menyelam. Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup-hidup dan hanya ikanikan jenis tertentu saja yang tertangkap (tergantung besar pintu dan ukuran mata jaring).
SUMBER : Anonim, 2001. Laporan akhir Survey Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Pontianak dan Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat Dinas Kelautan dan Perikanan


Menurut (Subani dan Barus, 1989).Secara garis besar komponen bubu di bagi menjadi tiga bagian, yaitu badan(body), mulut (funnel) dan pintu. Bubu biasa terbuat dari bahan anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat. Bentuk bubu sangat bervariasi, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk sendiri-sendiri  Bubu kakap merah yang digunakan selama penelitian di Mempwah Hilir Unit penangkapan bubu terdiri atas kapal, alat tangkap bubu dan nelayan.Pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang. Untuk memudahkan dalam mengetahui tempat pemasangan bubu, biasanya bubu dilengkapi dengan pelampung tanda. Namun, hal ini tidak dilakukan oleh nelayan di Mempawah Hilir pada saat pengoperasian bubu kakap. Posisi peletakan bubu tanpa menggunakan pelampung tanda, posisi tersebut dicatat dengan menggunakan alat bantu GPS (Global Position System)  sehingga hanya nelayan tersebut saja yang mengetahui posisi peletakan bubu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian hasil tangkapan bubu dan terseretnya bubu oleh kapal.

SUMBER : SUBANI, W. dan H.B. BORUS. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia. Ed. khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. BPPL. Dept Pertanian Jakarta : 248 hal.

Teknik Penangkapan yang Diterapkan
Di Kabupaten Pontianak, ikan kakap merah ditangkap dengan bubu, rawai hanyut dan rawai tetap. Salah satu kecamatan di Kabupaten Pontianak yang menangkap ikan kakap merah adalah Kecamatan Mempawah Hilir dengan menggunakan bubu, baik bubu bambu maupun bubu jaring. Bubu adalah alat tradisional, biasanya dioperasikan menjadi satu rangkaian dari beberapa unit bubu, atau satu unit bubu (single trap). Daerah penangkapan adalah dekat muara sungai atau sekitar pantai yang berkarang. Bubu adalah alat tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif yaitu dengan cara menarik perhatian ikan agar masuk kedalamnya. Prinsip penangkapan ikan menggunakan bubu adalah membuat ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar dari bubu  Bubu dan jaring penghalang (barrier net) adalah jenis-jenis alat tangkap yang sebenarnya sudah digunakan oleh nelayan sejak lama. Mereka banyak ditinggalkan sejak digunakannya sianida (pada perikanan karang) dan pukat harimau (pada perikanan laut dalam) yang menjanjikan kemudahan pengoperasian dan hasil tangkapan yang berlipat ganda. Upaya menggalakkan kembali alat-alat tangkap ini tidak semata menganjurkan nelayan kembali ke kondisi dulu, tetapi disertai modifikasi yang bertujuan meningkatkan hasil tangkapan dan tetap mengendalikan dampaknya terhadap kualitas habitat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar