Kota
Singkawang merupakan salah satu bentuk pemerintahan Kota di
Kalimantan Barat, setelah pemerintahan kota pontianak, terletak di antara
Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, secara geografis terletak pada 0o45'
LU - 1o01'LU dan 108o51' BT - 109o10' BT, dengan batas wilayahnya :
Dengan luas wilayah 504
km², Singkawang terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara
0°44’55,85” - 1°01’21,51"LS 108°051’47,6”-109°010’19”BT.
Demografi
Singkawang memperoleh status
kota berdasarkan UU No. 12/2001, tanggal 21 Juni 2001. Berdasarkan Perdda kota
singkawang Nomor ! Tahun 2003 tentang perubahan Desa menjadi Kelurahan di Kota
Singkawang dan Perda Nomor 2 Tahun 2003 tentang pembentukan dan perubahan nama
Kecamatan di Kota Singkawang sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, terdapat
5 (lima) Kecamatan dan 26 Kelurahan
Dengan luas wilayah 504
km², Singkawang terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara
0°44’55,85” - 1°01’21,51"LS 108°051’47,6”-109°010’19”BT.
Batas-batas
wilayah Kota Singkawang adalah:
Utara :
Kecamatan Selaku, Kabupaten Sambas
Selatan : Kecamatan
Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang
Barat : Laut Cina Selatan, Laut Natuna, samudra
Pasifik
Timur : Kecamatan samalantan, Kabupaten Bengkayang
Populasi
Penduduk
Populasi penduduk kota
Singkawang setiap tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Sosial
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang pada tahun 2011, tercatat
sebanyak 246.306 jiwa, mayoritas penduduk adalah orang Khek
sekitar 42% dan selebihnya orang Melayu, Dayak, Tio Ciu, Jawa dan pendatang
lainnya. Penduduk di kota ini tersebar di lima kecamatan, yakni Singkawang
Selatan, Singkawang Timur, Singkawang Utara, Singkawang Barat dan Singkawang
Tengah. Dari lima daerah ini terdapat 26 kelurahan.
Untuk Singkawang
Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang pada 2006 terdapat 37.396 jiwa. Tahun berikutnya
2007 bertambah menjadi 40.708 jiwa dan pada tahun 2008 yang lalu ada 41.466
jiwa. Di Singkawang Timur pada 2006 terdapat 18.951 jiwa dan tahun 2007 menjadi
19.022 jiwa. Jumlah itu naik menjadi 19.054 jiwa pada tahun 2008. Singkawang
Utara tahun 2006 terdapat 20.287 jiwa. Pada tahun berikutnya, yaitu 2007 dihuni
oleh 21.160 jiwa. Peningkatan terjadi lagi pada tahun 2008 menjadi 21.401 jiwa.
Wilayah Singkawang Barat tahun 2006 silam tercatat 59.534 penduduk. Jumlah
tersebut naik secara signifikan pada 2007 menjadi 60.307 jiwa. Pada 2008
sebanyak 60.656 jiwa hidup di Singkawang. Terakhir di Singkawang Tengah tahun
2006 ada 52.132 jiwa. Sedangkan tahun 2007 terdapat 55.882 jiwa. Jumlah yang
signifikan terjadi pada 2008 menjadi 56.330 orang. Kesemua penduduk itu
tersebar di wilayah Kota Singkawang yang memiliki luas 504,00 km2. Laju
pertumbuhan penduduk Kota Singkawang pada tahun 2006 sekitar 5,6 persen.
Iklim
Secara umum wilayah
Kota Singkawang beriklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara
21,8 °C sampai dengan 30,05 °C. Iklim tropis di wilayah Kota
Singkawang termasuk klasifikasi iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata
2.819 mm/tahun atau 235 mm/bulan. Jumlah rata-rata hari hujan 157 hari/tahun
atau rata-rata 13 hari hujan/bulan. Rata-rata kelembaban udara di kota
Singkawang adalah 70%. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September
sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan
Agustus. Kota Singkawang memiliki wilayah datar dan sebagian besar merupakan
dataran rendah antara 50 meter s/d 100 meter diatas permukaan laut. Kota
Singkawang yang terletak pada 0° LS dan 109° BT, wilayahnya merupakan daerah
hamparan dan berbukit serta sebelah Barat berada pada pesisir laut.
Potensi
Perikanan
Kekayaan sumberdaya
alam perikanan merupakan keunggulan komperatif yang dapat diandalkan dalam
menunjng percepatan pembangunan daerah
apabila potensi tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan memperhatikan
prnsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini potensi perikanan dan
kelautan Kota Singkawang belum dikelola secara optimal. Laut yang termasuk
wilayah kewenangan pengelolaan Kota Singkawang yaitu sejauh 4 mil dari tepi
pantai atau seluas 278,54 km dengan potensi perikana tangkap sebesar 835,62 ton
per tahun dan produksi perikanan laut nusantara 36.984,38 ton per tahun.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya laut di perairan Kota Singkawang termasuk
perairan nusantara yang dilakukan oleh nelayan setempat baru 28,96% dari
potensi yang tersedia (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2005).
Oleh karena itu usaha penangkapan ikan masih sangat prospektif.
Kondisi perikanan tangkap
Kota Singkawang sebagian besar masih dalam bentuk usaha menengah dan kecil.
Dari 438 buah armada yang bergerak dalam bidang perikanan tangkap, 75% berupa
armada penangkapan dengan bobot kapal kurang dari 5 GT. Dengan armada
penangkapan skala kecil, ruang gerak nelayan menjadi terbatas karena tidak
mampu beroperasi lebih jauh sehingga konsentrasi penangkapan (fishing ground)
berada di perairan kurang dari 4 mil. Konisi demikian berimplikasi pada
rendahnya tingkat pendapatan dan rentan terjadi gejolak social masyarakat
akibat perebutan lahan penangkapan di daerah pantai, di sisi lain, sumberdaya
ikan lepas pantai masih sedikit dimanfaatkan.
Pola pemanfaatan ikan
hasil tangkap di Kota Singkawang umumnya masih dipasarkan untuk konsumsi dalam
bentuk ikan segar, hanya sebagian kecil dalam bentuk olajan tradisional menjadi
ikan asin atau terasi. Dengan kata lain pemanfaatan sumberdaya perikanan masih
bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam semata belum ada upaya ke arah
peningkatan nilai tambah. Padahal sifat tangkapan musiman akan menyebabkan
rendahnya harga ikan pada waktu puncak musim penangkapan ikan. Melimpahnya
hasil tangkapan ikan akan mengakibatkan harga jual ikan tersebut sangat rendah,
sedangkan ikan menjadi komodistas yang cepat mengalami penurunan mutu (Dendi
dkk, 2005). Kondisi demikian menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. Oleh karena itu,
pengembangan agribisnis perikanan tangkap selain orientasinya pada peningkatan
produksi perlu upaya disservikasi usaha untuk lebih meningkatkan nilai tambah
melalui upaya pengelolaan pasca panen perikanan yang sederhana seperti
pembuatan ikan asin, pengasapan ikan, abon ikan, pindang ikan, dan pengolahan
ikan tradisional lainnya merupakan alternative pengelolaan pasca panen yang
memungkinkan untuk dikerjakan oleh nelayan kecil karena tidak membutuhkan biaya
yang besar. Sedangkan pengolahan perikanan skala besar meliputi pembekuan dan
penyimpanan dingin, pengalengan, dan pembuatan tepung ikan perlu dikembangkan
melalui pola kemitraan antara nelayan dengan pengusaha perikanan.
Singkawang memiliki
pelabuhan tipe D yaitu pangkalan pendaratan ikan (PPI) Kuala dengan dua buah
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI kUala dan TPI Sedau. Adapun alat tangkap
yang digunakan nelayan Singkaang adalah jarring plastic, jarring insang, bagan,
lampara dasa, paying, pancing, pukat pantai, jaring hanyut, serok, sero, jermal
dan bubu. Jenis-jenis ikan yang tertangkap atau didaratkan di TPI pada umumnya
ikan pelagis kecil seperti kaben, tambang, kembung, dan ikan laying, ikan
pelagis besar seperti tongkol, bawal, dan tenggiri serta ikan dememersal
seperti manyung, hiu, kakap merah, kerapu dan udang. PPI Kuala sebagai sentra
penolahan kegiatan perikanan tangkap Singkawang tidak dapat berfungsi dengan
baik, karena mengalami pendangkalan karena sedimentasi lumpur. Hal ini
menyebabkan kapal-kapal ikan tidak dapat berlabuh dan bongkar muat di dermaga
PPI, tetapi berlabuh dan bongkar muat di tempat lain sepanjang pinggir sungai
dengan dermaga sederhana yang dbuat secara swadaya bahkan ada kegiatan diantara
armada perikanan tangkap Kota Singkawang tidak lagi melakukan bongkar muat dan
labuh di PPP Singkawang, tetapi pindah di PPP Selakau dan Pelabuhan perikanan
Pemangkat yang berada di luar wilayah Kota Singkawang.
Alumni UNDIP Tahun Berapa Ya??
BalasHapus