22 Mei 2013

Kota Singkawang Kalimantan Barat




Kota Singkawang merupakan salah satu bentuk pemerintahan Kota di Kalimantan Barat, setelah pemerintahan kota pontianak, terletak di antara Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, secara geografis terletak pada 0o45' LU - 1o01'LU dan 108o51' BT - 109o10' BT, dengan batas wilayahnya :
Dengan luas wilayah 504 km², Singkawang terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°44’55,85” - 1°01’21,51"LS 108°051’47,6”-109°010’19”BT.
Demografi
Singkawang memperoleh status kota berdasarkan UU No. 12/2001, tanggal 21 Juni 2001. Berdasarkan Perdda kota singkawang Nomor ! Tahun 2003 tentang perubahan Desa menjadi Kelurahan di Kota Singkawang dan Perda Nomor 2 Tahun 2003 tentang pembentukan dan perubahan nama Kecamatan di Kota Singkawang sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, terdapat 5 (lima) Kecamatan dan 26 Kelurahan
Dengan luas wilayah 504 km², Singkawang terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°44’55,85” - 1°01’21,51"LS 108°051’47,6”-109°010’19”BT.
Batas-batas wilayah Kota Singkawang adalah:
Utara    : Kecamatan Selaku, Kabupaten Sambas
Selatan : Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang
Barat    : Laut Cina Selatan, Laut Natuna, samudra Pasifik
Timur   : Kecamatan samalantan, Kabupaten Bengkayang
Populasi Penduduk
Populasi penduduk kota Singkawang setiap tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang pada tahun 2011, tercatat sebanyak 246.306 jiwa, mayoritas penduduk adalah orang Khek sekitar 42% dan selebihnya orang Melayu, Dayak, Tio Ciu, Jawa dan pendatang lainnya. Penduduk di kota ini tersebar di lima kecamatan, yakni Singkawang Selatan, Singkawang Timur, Singkawang Utara, Singkawang Barat dan Singkawang Tengah. Dari lima daerah ini terdapat 26 kelurahan.
Untuk Singkawang Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang pada 2006 terdapat 37.396 jiwa. Tahun berikutnya 2007 bertambah menjadi 40.708 jiwa dan pada tahun 2008 yang lalu ada 41.466 jiwa. Di Singkawang Timur pada 2006 terdapat 18.951 jiwa dan tahun 2007 menjadi 19.022 jiwa. Jumlah itu naik menjadi 19.054 jiwa pada tahun 2008. Singkawang Utara tahun 2006 terdapat 20.287 jiwa. Pada tahun berikutnya, yaitu 2007 dihuni oleh 21.160 jiwa. Peningkatan terjadi lagi pada tahun 2008 menjadi 21.401 jiwa. Wilayah Singkawang Barat tahun 2006 silam tercatat 59.534 penduduk. Jumlah tersebut naik secara signifikan pada 2007 menjadi 60.307 jiwa. Pada 2008 sebanyak 60.656 jiwa hidup di Singkawang. Terakhir di Singkawang Tengah tahun 2006 ada 52.132 jiwa. Sedangkan tahun 2007 terdapat 55.882 jiwa. Jumlah yang signifikan terjadi pada 2008 menjadi 56.330 orang. Kesemua penduduk itu tersebar di wilayah Kota Singkawang yang memiliki luas 504,00 km2. Laju pertumbuhan penduduk Kota Singkawang pada tahun 2006 sekitar 5,6 persen.
Iklim
Secara umum wilayah Kota Singkawang beriklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara 21,8 °C sampai dengan 30,05 °C. Iklim tropis di wilayah Kota Singkawang termasuk klasifikasi iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2.819 mm/tahun atau 235 mm/bulan. Jumlah rata-rata hari hujan 157 hari/tahun atau rata-rata 13 hari hujan/bulan. Rata-rata kelembaban udara di kota Singkawang adalah 70%. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan Agustus. Kota Singkawang memiliki wilayah datar dan sebagian besar merupakan dataran rendah antara 50 meter s/d 100 meter diatas permukaan laut. Kota Singkawang yang terletak pada 0° LS dan 109° BT, wilayahnya merupakan daerah hamparan dan berbukit serta sebelah Barat berada pada pesisir laut.
Potensi Perikanan
Kekayaan sumberdaya alam perikanan merupakan keunggulan komperatif yang dapat diandalkan dalam menunjng  percepatan pembangunan daerah apabila potensi tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan memperhatikan prnsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini potensi perikanan dan kelautan Kota Singkawang belum dikelola secara optimal. Laut yang termasuk wilayah kewenangan pengelolaan Kota Singkawang yaitu sejauh 4 mil dari tepi pantai atau seluas 278,54 km dengan potensi perikana tangkap sebesar 835,62 ton per tahun dan produksi perikanan laut nusantara 36.984,38 ton per tahun. Tingkat pemanfaatan sumberdaya laut di perairan Kota Singkawang termasuk perairan nusantara yang dilakukan oleh nelayan setempat baru 28,96% dari potensi yang tersedia (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2005). Oleh karena itu usaha penangkapan ikan masih sangat prospektif.
Kondisi perikanan tangkap Kota Singkawang sebagian besar masih dalam bentuk usaha menengah dan kecil. Dari 438 buah armada yang bergerak dalam bidang perikanan tangkap, 75% berupa armada penangkapan dengan bobot kapal kurang dari 5 GT. Dengan armada penangkapan skala kecil, ruang gerak nelayan menjadi terbatas karena tidak mampu beroperasi lebih jauh sehingga konsentrasi penangkapan (fishing ground) berada di perairan kurang dari 4 mil. Konisi demikian berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan dan rentan terjadi gejolak social masyarakat akibat perebutan lahan penangkapan di daerah pantai, di sisi lain, sumberdaya ikan lepas pantai masih sedikit dimanfaatkan.
Pola pemanfaatan ikan hasil tangkap di Kota Singkawang umumnya masih dipasarkan untuk konsumsi dalam bentuk ikan segar, hanya sebagian kecil dalam bentuk olajan tradisional menjadi ikan asin atau terasi. Dengan kata lain pemanfaatan sumberdaya perikanan masih bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam semata belum ada upaya ke arah peningkatan nilai tambah. Padahal sifat tangkapan musiman akan menyebabkan rendahnya harga ikan pada waktu puncak musim penangkapan ikan. Melimpahnya hasil tangkapan ikan akan mengakibatkan harga jual ikan tersebut sangat rendah, sedangkan ikan menjadi komodistas yang cepat mengalami penurunan mutu (Dendi dkk, 2005). Kondisi demikian menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis perikanan tangkap selain orientasinya pada peningkatan produksi perlu upaya disservikasi usaha untuk lebih meningkatkan nilai tambah melalui upaya pengelolaan pasca panen perikanan yang sederhana seperti pembuatan ikan asin, pengasapan ikan, abon ikan, pindang ikan, dan pengolahan ikan tradisional lainnya merupakan alternative pengelolaan pasca panen yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh nelayan kecil karena tidak membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan pengolahan perikanan skala besar meliputi pembekuan dan penyimpanan dingin, pengalengan, dan pembuatan tepung ikan perlu dikembangkan melalui pola kemitraan antara nelayan dengan pengusaha perikanan.
Singkawang memiliki pelabuhan tipe D yaitu pangkalan pendaratan ikan (PPI) Kuala dengan dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI kUala dan TPI Sedau. Adapun alat tangkap yang digunakan nelayan Singkaang adalah jarring plastic, jarring insang, bagan, lampara dasa, paying, pancing, pukat pantai, jaring hanyut, serok, sero, jermal dan bubu. Jenis-jenis ikan yang tertangkap atau didaratkan di TPI pada umumnya ikan pelagis kecil seperti kaben, tambang, kembung, dan ikan laying, ikan pelagis besar seperti tongkol, bawal, dan tenggiri serta ikan dememersal seperti manyung, hiu, kakap merah, kerapu dan udang. PPI Kuala sebagai sentra penolahan kegiatan perikanan tangkap Singkawang tidak dapat berfungsi dengan baik, karena mengalami pendangkalan karena sedimentasi lumpur. Hal ini menyebabkan kapal-kapal ikan tidak dapat berlabuh dan bongkar muat di dermaga PPI, tetapi berlabuh dan bongkar muat di tempat lain sepanjang pinggir sungai dengan dermaga sederhana yang dbuat secara swadaya bahkan ada kegiatan diantara armada perikanan tangkap Kota Singkawang tidak lagi melakukan bongkar muat dan labuh di PPP Singkawang, tetapi pindah di PPP Selakau dan Pelabuhan perikanan Pemangkat yang berada di luar wilayah Kota Singkawang.








1 komentar: